Kecelakaan maut di jalan raya Indonesia terus berulang, menimbulkan banyak korban jiwa dan luka-luka. Insiden-insiden ini sering kali disebabkan oleh kendaraan yang tidak laik jalan, seperti bus pariwisata dan truk muatan. Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa kecelakaan tragis telah terjadi, menunjukkan lemahnya pengawasan dari aparat terkait.
Salah satu kecelakaan yang menghebohkan terjadi pada 23 Desember 2024. Sebuah bus rombongan pelajar SMP asal Bogor mengalami kecelakaan yang disebabkan oleh truk yang tidak mampu menanjak. Kecelakaan ini menewaskan empat orang dan melukai puluhan lainnya. Hanya sepekan kemudian, pada 31 Desember 2024, kecelakaan maut kembali terjadi di Kabupaten Pidie, Aceh. Kecelakaan ini mengakibatkan lima orang tewas dan enam lainnya luka-luka. Penyebabnya adalah truk tronton yang diduga mengalami rem blong, menabrak sepeda motor dan mobil angkutan penumpang.
Kecelakaan terbaru terjadi pada 8 Januari 2025. Bus pariwisata yang membawa rombongan siswa SMK TI Bali Global mengalami kecelakaan di Batu, Jawa Timur. Bus tersebut diduga mengalami rem blong dan menabrak tujuh titik, menyebabkan empat orang meninggal dunia dan sepuluh lainnya luka-luka. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa bus tersebut tidak memiliki KIR (Kelayakan Uji Rutin) yang valid dan surat izin angkut yang sudah kedaluwarsa. Ini menunjukkan bahwa kendaraan tersebut tidak laik jalan.
Pengamat transportasi, Yayat Supriatna, menilai bahwa maraknya kecelakaan maut ini disebabkan oleh minimnya pengawasan kualitas dan mutu kendaraan oleh pemerintah. Ia menyatakan bahwa sering kali proses pengawasan menjadi ruang negosiasi, di mana izin dan pemeriksaan kendaraan tidak dilakukan secara ketat. “Proses pengawasan itu kadang-kadang menjadi ruang negosiasi,” ungkap Yayat.
Minimnya anggaran untuk sektor transportasi juga menjadi faktor penyebab lemahnya pengawasan. Yayat menjelaskan bahwa anggaran yang kecil mengakibatkan teknologi yang digunakan untuk memantau keselamatan transportasi menjadi terbatas. “Anggaran untuk dinas perhubungan itu sangat kecil,” tambahnya.
Di sisi lain, meskipun banyak kecelakaan maut terjadi, pihak yang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi umumnya adalah sopir kendaraan. Pengelola PO bus atau pemilik truk yang seharusnya bertanggung jawab untuk memastikan armada mereka laik jalan sering kali tidak dipidana. Pakar hukum, Aan Eko Widiarto, menjelaskan bahwa hukum pidana yang berlaku di Indonesia tidak dapat menyeret pengusaha yang tidak terlibat langsung dalam kecelakaan. “Sanksi untuk pelaku usaha PO Bus hanya sebatas sanksi hukum administrasi,” ujarnya.
Korlantas Polri telah menyatakan bahwa mereka akan melakukan langkah-langkah preemptif dan preventif untuk menurunkan angka kecelakaan lalu lintas. Salah satu strategi yang diterapkan adalah sistem poin untuk surat izin mengemudi (SIM). Pengendara yang melanggar aturan akan kehilangan poin, dan jika poin habis, SIM akan dicabut.
Namun, untuk mengatasi masalah ini secara menyeluruh, diperlukan reformasi dalam birokrasi pemerintahan, terutama di bidang transportasi. Yayat menekankan pentingnya melibatkan pihak swasta dalam pengecekan kelaikan kendaraan dan menciptakan titik pemeriksaan di berbagai lokasi untuk meningkatkan keselamatan di jalan raya.
Kecelakaan maut yang terus berulang ini menjadi pengingat bahwa pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa di masa depan. Pemerintah dan aparat terkait harus bekerja sama untuk memastikan bahwa semua kendaraan yang beroperasi di jalan raya memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan.